Pola Pembelajaran di Era New Normal


Kita tahu bahwa dampak pandemi covid-19 itu telah memorakporandakan hampir di seluruh lini kehidupan termasuk di bidang pendidikan.
Cobalah tengok proses belajar mengajar di masa pandemi selama tiga bulan terakhir. Banyak orang tua mengeluh karena tidak terbiasa menemani anak belajar.
Ada juga yang mengeluh karena tidak memiliki kuota. Ini artinya wali murid mengalami masalah karena strategi pembelajaran yang diterapkan guru tidak mengakumulasi keberadaan keseluruhan orang tua wali siswa.
Dari sisi siswa, bisa kita lihat banyaknya aduan yang disampaikan kepada KPAI. Ada siswa yang merasa terlalu berat karena tugas yang harus dikerjakan bertubi-tubi datang. Ada juga tugas yang sangat tidak menarik seperti menyalin teks dalam jumlah berlembar-lembar.
Sebagian lagi merasa bosan dan lelah sebab selalu disuruh mengerjakan soal pilihan a-b-c-d dalam jumlah yang kelewat banyak tanpa penjelasan. Ini berarti siswa menghadapi masalah karena hanya dijadikan objek pembelajaran.
Guru bagaimana? Guru sama saja ada yang bermasalah! Tidak semua guru melek teknik pembelajaran daring. Bahkan dari sekian banyak guru yang sudah melek IT dan menjalankan pembelajaran secara daring masih ada yang tidak mampu membuat konten pembelajaran secara benar. Bukankah itu juga guru yang menimbulkan masalah!
Ada lagi kelompok guru yang bermasalah, yaitu guru honorer yang nota bene gajinya tidak cukup untuk makan satu bulan. Mereka itu juga harus mengajar secara daring. Mereka terpaksa berjuang mati-matian mengeluarkan anggaran tambahan untuk beli kuota.

Pembelajaran Guru dan Siswa Sama-Sama Mencari Solusi


Sebelum ditetapkannya new normal, Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 tentang layanan pendidikan. Dalam Surat Edaran itu terdapat 4 point penting.

Pertama, pembelajaran dilaksanakan secara daring, baik dalam bentuk interaktif maupun non interaktif. Bagi sebagian guru yang bisa jadi sebagian besar guru, pembelajaran daring ini merupakan hal baru.

Sesuatu yang baru perlu didalami untuk kemudian dipersiapkan dengan matang. Sayangnya, situasi pandemi ini memaksa untuk segera dilaksanakan. Maka, bukan hal aneh kalau kemudian banyak terjadi pembelajaran daring dengan konsep pembelajaran tatap muka.

Agar tidak terjadi masalah dalam pembelajaran, guru sebaiknya dengan cepat belajar dan memahami pembelajaran daring. Tidak boleh lupa untuk memperhitungkan faktor kondisi orang tua dan lingkungan siwa.

Kedua, pendidik atau guru harus memberikan pendidikan kepada anak-anak tentang kecakapan hidup, yakni pendidikan yang bersifat kontekstual sesuai kondisi rumah masing-masing, terutama pengertian tentang Covid-19, mengenai karakteristik, cara menghindarinya agar seseorang tidak terjangkit.

Dengan demikian, guru harus mengubah struktur pembelajaran yang hanya berpusat pada kurikulum. Harus mengimplementasikan dunia nyata yang melingkupi siswa.

Ketiga, pembelajaran di rumah harus disesuaikan dengan minat dan kondisi masing-masing anak. Jadi, sangat diharapkan guru tidak menyamaratakan semua siswa. Guru harus memperhatikan kondisi dan lingkungan tiap-tiap siswa termasuk ketersediaan akses internet.

Keempat, guru harus melakukan penilaian yang berbeda dari biasanya. Jangan hanya cenderung menilai kognitif. Hendaknya guru menilai tugas siswa dengan lebih menekankan kepada kualitatif guna memberikan motivasi kepada siswa.

Sebab, dalam situasi pandemi seperti ini, bukan hanya orang tua yang mengalami tekanan hidup. Siswa juga mengalaminya. Oleh sebab itu guru harus tahu dan bisa memberikan jawaban.

Apa yang perlu diketahui oleh guru, siswa, dan masyarakat dalam menghadapi new normal.

Sekolah boleh dibuka jika sekolah itu ada di daerah hijau atau biru. Artinya tidak semua sekolah harus buru-buru membuka sekolah. Bahkan Kemendikbud memberikan arahan, sekalipun di daerah hijau, sekolah harus membuat kajian secara matang.
Jika sekolah memang belum siap, maka sekolah tersebut jangan memaksakan diri untuk dibuka. Dimulainya tahun ajaran baru tidak harus sama dengan hari pertama masuk sekolah.
Untuk sekolah yang sudah dibuka, bentuk pembelajarannya dilakukan secara tatap muka dan secara daring. Kedua kegiatan pembelajaran itu harus dikombinasikan oleh guru secara tepat.
Pembelajaran secara tatap muka difokuskan pada belajar yang esensi yakni dengan diskusi, praktik, dan refleksi. Pertemuan yang singkat jangan sampai mubazir hanya dengan caramah guru. Sedangkan pembelajaran jarak jauh difokuskan pada penyampaian materi belajar.
Karena waktu tatap muka jam belajarnya dipangkas maka arahkan pembelajaran pada materi pelajaran esensial yaitu bahasa, matematika, dan sains untuk sekolah dasar dan menengah.
Saat pembelajaran dilakukan secara tatap muka, maka harus diperhatikan pula beberapa hal. Ruang kelas harus memenuhi standar kebersihan dan kesehatan. Jumlah siswa dalam satu kelas untuk SD maksimum 15 anak.
Karena standar jumlah siswa SD dalam satu kelas 28 siswa, maka satu kelas normal harus dipecah menjadi dua. Ini berarti dalam seminggu siswa diberikan kelas tatap muka sebanyak 3 hari dan kelas jarak jauh selama 3 hari.
Tujuan dari pembatasan jumlah siswa yang berinteraksi di kelas itu adalah untuk menjaga kesehatan. Bahkan sebelum berlangsung proses belajar tatap muka di kelas, siswa dan guru juga harus dipastikan kesehatannya terlebih dulu.
Salah satu yang disyaratkan yaitu guru berusia  di atas 45 tahun harus melakukan screening kesehatan terlebih dahulu. Guru berusia tua dianggap rentan terpapar penyakit. Itu sebabnya guru berusia tua diwajibkan sebelum mengajar dipastikan dulu kesehatannya.
Disyaratkan juga, agar guru bisa mendeteksi siswa yang berinteraksi di rumah dengan orang berusia di atas 60 tahun. Diharapkan dengan kehati-hatian seperti itu kegiatan belajar akan berjalan dengan aman.
Lantas  bagaimana pola pembelajarannya?

Pilihannya bisa melaksanakan belajar dari rumah, baik secara daring, luring, atau blended.

Yang terpenting orientasi pembelajarannya berdasar pada kebutuhan siswa. Pembelajaran jangan sampai penggunaan teknologi dalam pembelajaran jarak jauh, hanya memindahkan tatap muka ceramah di kelas.

Siswa harus difasilitasi untuk aktif belajar bukan berpusat pada guru. Sekarang tidak ada tuntutan yang kuat siswa harus ikut ujian. Ini menjadi kesempatan bagi guru dan kepala sekolah untuk membuat inovasi-inovasi hal-hal yang relevan untuk kebutuhan belajar siswanya.

Kemendikbud saat ini juga tengah mengembangkan aplikasi pendidikan yang dapat membantu siswa belajar lebih baik. Aplikasi ini jauh lebih canggih dan semudah penggunaannya seperti aplikasi gojek atau tokopedia.

Konsep pembelajaran yang ditawarkan adalah pembelajaran dengan menerapkan unsur MIKiR atau mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi, sehingga siswa bisa aktif dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran jarak jauh.

Kurikulum harus adaptif, sehinggga para guru di sekolah dapat memberikan layanan pembelajaran jarak jauh secara daring dan luring. Mereka mengembangkan lembar kerja yang bisa membuat siswa belajar aktif.

Para guru penggerak difasilitasi mengembangkan beragam video dan praktik baik. Pembelajaran MIKiR untuk menjadi contoh dan diterapkan para guru lainnya. Para siswa juga bisa mendapatkan pembelajaran daring melalui live streaming YouTube yang diselenggarakan rutin oleh para guru atau media lainnya.

Dengan pandemi,  guru justru tidak boleh  menyerah tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus covid tersebut dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat, lalu membuat pembelajaran yang efektif dan inovatif.

Jadi, sentral keseluruhan kebijakan pembelajaran di masa new normal ini adalah untuk menjaga kesehatan fisik dan juga psikososial siswa. Jika semuanya bisa berjalan dengan baik yakni saling menopang baik guru, siswa, dan masyarakat maka dalam pembelajaran di era new normal tidak ada yang dirugikan melainkan sama-sama diuntungkan!
Wallahu’alam
Bekasi, 11 Juni 2020

Yan Supyanto


Komentar

  1. Apakah anda sudah siap menghadapinya?

    BalasHapus
  2. Guru guru Indonesia sih sudah adaptasi bagaimanapun juga keadaannya, hanya saja karena terbiasa sebagai operator maka inovasinya tidak serta merta muncul. Jadi birokrat pendidikan sebagai regulator pendidikan yang harus segera tanggap.
    Mengoptimalkan pembelajaran di masa pandemi new normal agar tidak ada yang dirugikan baik siswa maupun guru dan maupun pendidikan Nasional sebelum inovasi pendidikan dan pembelajaran ditemukan ada baiknya kita mengoptimalkan merevitalisasi mendayagunakan Hasanah pembelajaran yang sudah ada saat ini, dan di masa yang lalu. Agar pembelajaran m mikir bisa terwujud. Pembelajaran daring terus dikembangkan pembelajaran dengan sistem modul di sekolah sekolah labschool, yang dulu pernah ada kembali di modifikasi dan di revitalisasi untuk dimanfaatkan kembali sehingga belajar mandiri siswa bertambah dan bimbingan orang tua lebih mudah dan terarah untuk pembelajaran IPA yang dulu pernah ada dengan pendekatan LKS keterampilan proses dikembangkan lagi dimodifikasi sesuai kurikulum sehingga menjadi bahan belajar mandiri di rumah,kegiatan praktek dapat dilihat simulasinya yang sudah ada di internet seraya pustekkom mengembangkan kembali yang sesuai dengan kurikulum pembelajaran , tinggal prioritas tatap muka adalah untuk meningkatkan pengalaman belajar yang memang memerlukan pendampingan guru secara selektif. Dengan Demikian pembelajaran mengoptimalkan semua kemungkinan dan semua multimedia. Sampai diperoleh pengorganisasian pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pendidikan nasional..
    Wallahu alambishowab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ide cemerlang Dan luar biasa, yang bisa dijadikan reference dalam pembelajan menghadapi pandemi.

      Hapus
  3. Yg jelas sebagai guru tetap mensuport murid dan tentu nya diri sendiri...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadwal Masuk Sekolah dari Kemendikbud Sudah Keluar, Simak Panduan Pola Hidup Baru untuk Cegah Corona

Uji Kompetensi Asesor dari Kebun Sawit

Akreditasi Sekolah di Era Pandemi Covid-19