Kunci Sukses Pembelajaran di Masa New Normal


Dalam menghadapi tahun pelajaran baru 2020-2021, hampir semua orang tua siswa dihantui rasa kecemasan. Mengapa tidak, disatu sisi pembelajaran harus segera dimulai dan  tidak mungkin bertahan  terus-menerus seperti saat ini. Disisi lain penyebaran covid-19 masih menghantui dan mengancam pada  keselamatan kehidupan masyarakat.

Lantas bagaimana pola pembelajaran yang harus dilakukan agar pembelajaran di era new normal berjalan efektif?

Perlu kita maklumi, di era new normal bisa dipastikan hampir sebagian besar sekolah akan tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Karena itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan berserta stakeholder secara bersama-sama harus bahu-membahu menyiapkan pola pembelajaran yang tepat.

Pola pembelajaran tersebut seyogyanya dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dalam satu semester kedepan. Pola pembelajaran ini harus didesain dengan baik agar pembelajaran bisa sesuai dengan apa yang diharapkan. 

Oleh karena itu, diperlukan pandangan, wawasan dan persepsi yang sama tentang pembelajaran jarak jauh itu sendiri. Pembelajaran jarak jauh itu tidak sama dengan pembelajaran online (daring). Kadang-kadang orang menyamakan yang namanya pembelajaran jarak jauh sama dengan pembelajaran daring.  

Pembelajaran jarak jauh itu terdiri dari dua kategori, yaitu  daring dan luring. Pembelajaran daring biasanya pembelajaran yang dilakukan secara interaktif. Pembelajaran bisa melalui Video Comprence, seperti Google Meet, Teams,  Zoom Cloud Meeting dan lain-lain.

Pola pembelajaran inilah yang sangat diharapkan dan disarankan agar ada interaksi antara guru dengan siswa. Pola ini bisa dikembangkan, manakala tidak ada hambatan di akses internet, tidak ada hambatan gawai,  dan tidak ada hambatan di biaya pulsa.  

Pembelajaran daring bisa juga menggunakan model lain misalnya Learning Management System (LSM). LMS ini sudah disiapkan oleh Kemdikbud seperti rumah belajar dan itu tidak berbayar. Kemudian ada juga yang yang private dari pihak swasta seperti  Ruang Guru, Zenius, Edmodo dan segala macam lainnya.

Sekarang praktek pembelajaran bisa dilakukan melalui media sosial. Meski tidak semua media sosial itu interaktif, tetapi bisa digunakan seperti YouTube, Google Voice Education, Facebook, Instagram dan lain-lain. Intinya semua layanan berbasis digital bisa dioptimalkan untuk pembelajaran daring.  

Manakala ada hambatan misalnya akses internet sulit didapatkan, masalah pulsa, masalah gawai yang gak punya atau mungkin guru masih belum terlatih mengintegrasikan materi pembelajaran dengan TIK, maka pilihannya tidak memaksakan harus berbasis online.  Ada pilihan pola pembelajaran offline atau luar jaringan.

Pembelajaran melalui luar jaringan ini bisa dilakukan, memang yang paling konservatif selama ini adalah melalui buku pembelajaran. Buku pegangan siswa yang selama ini hanya boleh dipakai di sekolah, maka pada saat new normal harus dipinjamkan kepada siswa agar bisa dipelajari di rumah. Kemudian guru, setiap saat entah melalui orang tuanya atau melalui kunjungan ke rumah, atau kunjungan ke kelompok-kelompok kecil itu nantinya bisa dijadikan sarana pembelajaran.

Apabila di suatu tempat ada akses TV, maka program belajar dari rumah melalui TV bisa dilakukan pula. Dengan program pembelajaran melalui TV tentu temanya harus lebih divariasikan,  seperti literasi, numerasi dan pendidikan karakter. Programnya harus ditambah lagi termasuk juga durasinya.

Tetapi  bagi daerah-daerah yang tidak mempunyai akses TV, maka daerah harus sudah melakukan inisiatif untuk menggunakan Radio Republik Indonesia (RRI) atau  radio lokal. Pembelajaran berbasis radio ini bisa menjadi pilihan bagi daerah yang memang akses internetnya sulit didapatkan.

Bagi daerah yang sudah merupakan daerah hijau, proses pembelajaran bisa disampaikan secara tatap muka. Tentu  dengan beberapa persyaratan prosedur, dan itu harus betul-betul dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Jangan sampai sekolah menjadi pusat penyebaran covid-19 yang baru.

Ini pekerjaan yang tidak mudah bagi guru. Di satu pihak guru harus mengajar dan mendidik dengan menyiapkan berbagai materi dan media pembelajaran. Di lain pihak guru juga harus menjadi seorang pengawas dan pemantau terhadap perilaku anak mulai dari masuk sekolah, selama di sekolah dan sampai pulang kembali ke rumah dalam menjakankan protokol kesehatan. Ini merupakan tangtangan dan ujian yang sangat berat bagi guru di era new normal ini.

Lantas bagaimana dengan kurikulumnya?

Sebelumnya sudah ada edaran Mendikbud nomor 4 tahun 2020, yang mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran tidak usah mengejar target kurikulum. Tapi faktanya masih ada sebagian orang tua, yang masih menuntut ketuntasan kurikulum.

Idealnya, kita  harus melihat dari hasil penelitian dalam konteks Global. Bahwa untuk memulai tahun ajaran baru ini, sangat disarankan sekolah atau guru-guru untuk  melakukan semacam assessment. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat kondisi bagaimana murid-murid kita pada saat ini.

Boleh jadi, ada hal-hal yang tertinggal karena beberapa bulan terakhir pembelajaran tidak berjalan seperti yang sebelumnya. Mungkin sedikit tertinggal atau mungkin ada yang sudah standar.  Kemudian assesment ini bisa digunakan untuk membantu guru dan sekolah,  dalam memulai mengajar sesuai dengan kondisi di mana anak-anak ini tingkat perkembangan pemahaman terhadap materi yang sudah disampaikan.

Guru idealnya mengikuti ekspektasi kurikulum, karena ada semacam diferensiasi.  Bagaimana guru bisa membantu anak-anak yang berbeda dengan tuntutan atau kebutuhan belajar yang berbeda-beda pula.

Inilah yang menjadi sebuah catatan kurikulum pada era new normal. Tidak perlu untuk diseragamkan dan dituntaskan.  Yang paling penting adalah bagaimana progres dari setiap anak, sesuai dengan dimana posisi dia berada pada saat ini, tentunya berdasarkan hasil assessment tersebut.

Intinya tidak dipaksakan kurikulum harus langsung memasuki masanya. Misalnya kalau siswa yang naik dari kelas 4 ke kelas 5, begitu masuk tahun ajaran baru tidak mesti langsung memasuki kurikulum kelas 5. Tetapi dilihat dulu mereka seperti apa progressnya. Karena kalau dipaksakan misalnya dengan kurikulum kelas 5 tanpa melihat anak seperti apa pada saat ini, nanti ke depannya itu dampaknya akan semakin buruk.

Guru-guru perlu memastikan bahwa anak itu berada pada program yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dan juga tidak dipaksakan kurikulumnya,  tetapi disesuaikan seperti apa yang menjadi ekspektasi siswa pada saat ini.

Dengan melihat diferensiasi dari siswa tadi, inilah yang harus dilakukan para guru. Memang tidak mudah dan tidak sederhana. Tetapi tidak ada pilihan lain, selain melaksanakan dengan penuh harapan dan persiapan kegiatan pembelajaran bisa  berjalan mulus tanpa hambatan.

Guru penting untuk mengutamakan dan melayani siswa dalam proses pembelajaran, walaupun dengan situasi yang serba keterbatasan. Tetapi ada yang jauh lebih penting yaitu kesehatan dan keselamatan siswa, guru, dan orang tua menjadi pilihan utama.

Pada intinya adalah keselamatan, kesehatan siswa, guru,  kepala sekolah orang tua dan keluarga itu menjadi tak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu perlu penyesuaian kurikulum, sesuai dengan konteks yang kondisi anak-anak pada saat ini. Wallahu’alam

Bekasi, 19 Juni 2020


Yan Supyanto

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadwal Masuk Sekolah dari Kemendikbud Sudah Keluar, Simak Panduan Pola Hidup Baru untuk Cegah Corona

Pertama

KETIKA MASA DEPAN ADALAH SEKARANG