Di Balik Kepanikan Ada Proses Penyadaran
Minggu pertama diberlakukan Work Fom Home (WFH), media masa dan media sosial dibanjiri tayangan status orangtua yang dimuat lewat face book, whatsApp, twitter, instagram, dan media online lainnya. Tayangan tersebut memperlihatkan kepanikan orang tua yang belum siap untuk membimbing putra-putrinya belajar di rumah.
Kepanikan orang tua ini sangat mendasar dan beralasan, karena sebagian orangtua pendidikannya masih belum memadai. Hal lain juga disebabkan orangtua belum terbiasa menjadi guru di rumah, karena selalu mempercayakan proses pendidikan itu kepada gurunya di sekolah.
Dibalik kepanikan, tentu ada hal positif yang perlu kita maknai. Paling tidak membangun sebuah kesadaran. Kesadaran yang dibangun dengan cara memposisikan diri sebagai orang tua yang berperan ganda. Pada satu sisi mereka harus berperan sebagai orang tua yang menyiapkan keperluan rumah tangga.
Di sisi lain orangtua harus membimbing putra-putrinya untuk belajar, yang selama ini cukup segala sesuatunya diserahkan kepada pihak sekolah. Tetapi pada masa Coronavirus Disease (Covid-19) ini, mereka harus bertindak sebagai orang tua dan sekaligus sebagai guru .
Berbicara tentang guru tentu tidak lepas dengan masalah mendidik dan mengajar. Mendidik adalah upaya menumbuhkan perilaku baik bagi anak. Sedangkan mengajar bagaimana mendorong potensi yang dimiliki anak berkembang optimal dan maksimal.
Mendidik dan mengajar memang tidak sesederhana seperti yang dibayangkan banyak orang. Karena mendidik dan mengajar adalah sebuah profesi. Profesi itu memerlukan pendidikan khusus. Mendidik dan mengajar adalah seni. Artinya bagaimana mengolah sebuah rasa, mengelola sejumlah perangkat agar terlihat harmoni, dan menata semua skills yang dimiliki agar mengarah kepada tercapainya suatu tujuan. Karena mendidik dan mengajar itu seni, maka harus dengan hati. Disinilah peran orangtua dipertaruhkan, karena terpaksa menjadi pendidik dan pengajar dadakan tanpa persiapan.
Sangatlah tidak berlebihan apabila orangtua perlu empati kepada guru. Yang selama ini mendidik dan mengajar putra-putrinya di sekolah. Mengapa? Guru mengajar dalam jumlah yang relatif banyak dengan karakter anak yang bermacam-macam pula. Guru harus memahami dan melayani anak tersebut, sesuai dengan kekhasannya. Orang tua yang baru mengajar satu atau dua anaknya saja sudah banyak keluhan. Menjadi guru di rumah sebentar saja, dikabarkan banyak orang tua yang asam lambung kambuh. tensi darah naik, migrain dan lain-lain.
Banyak pula orangtua yang mencari perlindungan. Caranya dengan mengadukan masalah WFH ini ke mas menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahkan ada yang langsung mengadukan masalah pembelajaran dari rumah tersebut kepada sang presiden, yang merupakan orang nomor satu di negeri ini.
Setelah ada pengaduan itu, munculah edaran menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengamanatkan, bahwa belajar dari rumah tidak perlu mengejar target kurikulum. Belajar dari rumah harus menyenangkan dan bermakna. Himbauan ini menandakan masalah belajar dari rumah menemui banyak hambatan dan dianggap serius. Serius, karena banyak orang tua belum siap menjadi guru bagi anaknya sendiri.
Fenomena ini selain menjadi sinyal bagi orang tua, tetapi lebih jauh menjadi sebuah inspirasi sekaligus renungan. Dikatakan inspirasi karena orang tua memperoleh pengalaman baru. Bagaimana mengatasi, mencari solusi dan membimbimg putra dan putrinya di rumah. Disisi yang lain merupakan renungan, ternyata menjadi guru itu susah dan tidak mengenakkan.
Mudah-mudahan kedepan tidak ada lagi orang tua yang mempermalukan guru. Melaporkan guru ke KOMNAS HAM. Mengadukan guru ke kepolisian. Mengadukan guru ke pengadilan. Ternyata menjadi guru tidak mudah, tidak sederhana dan perlu keahlian khusus.
Semoga dengan adanya peristiwa Coronavirus Disese (Covid-19) ini menyadarkan orangtua untuk memberikan penghargaan kepada guru. Ingat apapun profesi orangtua sekarang, ,itu semua ada peran dan karya kreatif para guru.
Bekasi, April 2020
YanTas
Komen ya
BalasHapusSaya setuju banget pak haji bahwa semua pasti ada hikmahnya, hikmah buat guru dan hikmah buat orgtua, orgtua sbg mitra guru dalam proses pembentukan nilai karakter maupun kognitif, bl saling menghargai profesi tdk ada lg yg saling menyalahkan, semangaat..
BalasHapusSetuju keren banget. Mampir cakinin.blogspot.com
BalasHapuskeren pak. izin ambil sebagian materinya ya pak
BalasHapusmangga
BalasHapus